Karma Si Penentu Kehidupan
Seringkali orang berpendapat dan mempercayai bahwa karma orangtua akan diwarisi
kepada anaknya. Dengan kata lain, hasil dari karma yang dilakukan orangtua akan ditanggung
oleh anaknya. Tapi apakah itu benar?
Dalam Abhinhapacca Vekkhana Patha atau ‘Kalimat Perenungan Kerap Kali’, dituliskan
bahwa :
Aku adalah pemilik perbuatanku sendiri,
Terwarisi dari perbuatanku sendiri,
Lahir dari perbuatanku sendiri,
Berkerabat dengan perbuatanku sendiri,
Tergantung pada perbuatanku sendiri,
Perbuatan apa pun yang akan kulakukan,
Baik atau pun buruk,
Perbuatan itulah yang akan kuwarisi
Demikian hendaknya kerap kali kita renungkan.
Dari Sutta tersebut, jelas bahwa setiap orang akan menanggung hasil dari perbuatannya
sendiri. Ibarat menanam, buah yang dipanen akan sesuai dengan biji yang ditanam dan tidak akan
tertukar dengan buah lain. Jika petani menanam jeruk, maka ia akan memetik jeruk, tidak mungkin
memetik semangka. Sama halnya dengan karma atau perbuatan kita. Jika kita menanam kebaikan,
maka kita akan menuai kebajikan. Sebaliknya, jika kita menanam keburukan, maka kesengsaraan
yang akan dipetik.
Hasil dari karma dapat langsung terjadi saat ini, namun bisa juga seminggu, sebulan, atau
beberapa tahun kemudian, bahkan juga bisa berbuah pada kehidupan selanjutnya. Kehidupan
seseorang saat ini dan ke depannya bukan ditentukan oleh nasib yang bersifat mutlak atau tidak
dapat berubah, namun ditentukan dari karma masing-masing. Demikian pula dengan kehidupan
setelah kematian yang juga dipengaruhi oleh karma. Karma akan menentukan di mana seseorang
akan terlahir kembali, 4 alam kesengsaraan akan menjadi tempat untuk ia yang sering melakukan
karma buruk dan alam-alam kebahagiaan untuk mereka yang rajin melakukan karma baik.
Dari pemaparan di atas, diketahui bahwa karma orangtua tidak akan diwarisi atau
ditanggung oleh anaknya, Namun, tetap saja ada hubungan antara karma orangtua dan anak.
Karma orangtua akan bersesuaian dengan karma anaknya di mana sifat anak akan sesuai dengan
perbuatan orangtuanya. Sebagai contoh, seorang anak yang berdasarkan akibat dari karmanya
terlahir memiliki paras cantik/tampan akan dilahirkan di tengah keluarga yang memiliki buah
karma mendapat anak demikian. Sebaliknya, anak yang berdasarkan karmanya terlahir cacat akan
dilahirkan dari orangtua yang memiliki buah karma mendapat anak cacat.