Cinta Dalam Agama Buddha by Rakha Yudistira Kumar

Cinta Dalam Agama Buddha

Kata “Cinta” telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Masalah cinta ini selalu
menjadi topik yang dominan dalam setiap budaya manusia di segala zaman. Cinta
memberikan perasaan yang bermacam-macam. Ada rasa senang, gembira, bahagia. Namun
tidak jarang, Cinta juga bisa membuat kita sedih, kecewa, bahkan ada yang frustasi (sampai-
sampai bunuh diri). Di dalam Dhamma, cinta kasih adalah termasuk dalam salah satu sifat
mulia. Akan tetapi, seperti yang telah dikatakan di atas, cinta juga bisa membuat derita.
Cinta diartikan sebagai perasaan sayang kepada seseoang yaitu baik kepada pasangan
hidup, sahabat, orangtua, dan lain sebagainya. Merujuk dari arti kata tersebut “Cinta” hanya
kepada orang-orang tertentu saja, bukan perasaan cinta kepada semua makhluk. Dalam
agama Buddha Cinta diartikan bukan terbatas hanya pada orang-orang tertentu saja tetapi
cinta yang benar-benar “Cinta”,  Cinta yang universal. Cinta kasih yang  tidak terbatas
kepada semua makhluk.

Pembahasan konsep cinta yang ideal dalam Buddha Sāsana berhubungan dengan
pencapaian tujuan akhir dari umat Buddha, yaitu Pembebasan dari dukkha (ketidakpuasan).
Mettā merupakan bagian pertama dari Kediaman Luhur atau Brahma Vihāra, juga merupakan
yang pertama dari Lima sifat mulia / Pañca Dhamma, serta Mettā juga merupakan salah satu
dari Ārakkha Kammaṭṭhāna (Meditasi Pelindung). Mettā / Cinta kasih yang bersifat universal,
tidak terbatas serta tanpa pamrih. Mettā sebagai landasan untuk mencapai pembebasan selalu
ditekankan oleh Sang Tathāgata.

Di dalam berbagai kesempatan Sang Bhagavā mengajarkan pada para siswanya agar
selalu mengembangkan mettā dalam kehidupan sehari-hari. Seperti apa yang dijelaskan oleh
Sang Tathāgata dalam Mettā Bhāvanāsutta; Itivuttaka. Sang Bhagavā mengatakan pada para
bhikkhu sebagai berikut: ”Para bhikkhu, apapun jenis, apapun alasan untuk berbuat tindakan
berjasa, semuanya tidak dapat menyamai seperenambelas bagian dari pembebasan pikiran
lewat mettā. Pembebasan batin lewat mettā melebihi mereka, lebih cemerlang, gemerlap serta
bercahaya … (diibaratkan rembulan purnama yang bercahaya lebih terang jika dibandingkan
dengan cahaya bintang yang redup )”. Begitulah kekuatan dari mettā yang melebihi mereka
dari perbuatan berjasa, yang tidak hanya lebih dari seperenambelas dari nilai akan Mettā.