Buddha Dhamma dan Kecantikan

il_fullxfull_65267244

Sudah menjadi kodratnya bahwa setiap orang suka akan kecantikan. Baik pria maupun wanita menyukai kecantikan. Wanita yang cantik disukai pria, diburu periklanan, dijadikan bintang sinetron dan begitu pula sebaliknya. Oleh sebab itu, baik pria maupun wanita selalu mengusahakan agar dirinya tampak menarik dan cantik.

Tetapi, apakah sesungguhnya kecantikan itu? Apakah kecantikan hanya sebatas kulit, atau lebih dari sebatas permukaan kulit, ataukah bahkan menjangkau lebih dalam lagi (inner beauty)?

 Beauty
Apakah “cantik” ? Pertanyaan sederhana ini sulit dijawab. Setiap orang mempunyai definisi masing-masing tentang cantik. Citra kecantikan dikonstruksikan oleh kaum industri kapitalis kecantikan seperti yang ditawarkan iklan dalam media massa. Padahal menurut Wendy Chapkins dalam Beauty Secrets, “Women and the Politics of Appearance (1986)”, kecantikan seperti yang ditawarkan itu akan mengubah bentuk wajah dan tubuh seseorang menjadi apa yang ingin dicitrakan suatu merk kosmetika atau suatu program kecantikan.

Banyak orang mengejar citra cantik seperti yang telah dikonstruksikan secara sosial, agar tetap terlihat muda, kulit yang kenyal dan halus seperti bayi, khususnya para wanita separuh baya. Padahal usia tetap merambat dan sebenarnya tidak ada yang dapat melawan hukum alam (anicca) bahwa tidak ada yang kekal di dunia, semua akan menjadi tua dan mati.
happy“Akhir yang pasti dari tubuh adalah berubah menjadi debu, mengering, dan membusuk; dan adalah tumpukan tulang kotor yang tidak memiliki apa-apa, organ-organ tubuh akan rusak dan membusuk. Ketahuilah bahwa tubuh memiliki sifat akan terurai.” (Nagarjuna dalam Suhrleka).

Kita menyebut sesuatu cantik, indah, atau bagus, bila hal itu menyukakan atau menyenangkan kita dengan cara tertentu. Apa yang menyenangkan seseorang tidak berarti juga menyenangkan orang lain. Itulah sebabnya kadang-kadang dikatakan bahwa kecantikan itu relatif pada orang yang memandangnya.

Namun, mengapa kecantikan bisa juga dikatakan untuk orang yang sama, dan banyak orang memburu wanita-wanita yang dikatakan cantik? Selain subyektif, tidakkah ada nilai yang obyektif sehingga banyak orang dapat mengatakan bahwa dia itu cantik ?

Kecantikan Luar
Memang ada yang bilang kecantikan itu relatif, namun ada juga yang memberikan ukuran bahwa kecantikan merupakan perpaduan harmoni, keseimbangan, dan keselarasan. Ada kecantikan luar (outer beauty) yang menyangkut fisik, seperti kulit, wajah, dan bentuk; tetapi yang lebih penting lagi adalah kecantikan dalam (inner beauty) yang berhubungan dengan seluruh kepribadian dan dimensi psikis-rohani dan lebih permanen sifatnya.

Kecantikan luar memang lebih langsung menonjol dan tampak, misalnya pada wajah, paras, bentuk, dan kulit. Karenanya, kulit, terutama kulit wajah banyak yang memperlakukannya bagaikan sebuah tanaman: perlu dipelihara, disiram, diberi pupuk supaya subur, dengan cara memakai kosmetik atau pergi ke klinik bedah kosmetik. Banyak wanita mengusahakan kecantikan dirinya dengan tidak sewajarnya melalui berbagai cara, bahkan pergi ke paranormal, orang pintar, dukun, dan sebagainya untuk pemasangan susuk agar dirinya terlihat cantik dan suaminya tidak pernah meninggalkannya.
Tetapi darimanakah asal usul sebab musababnya seseorang itu cantik, cantik sejak lahirnya, cantik meski dibungkus oleh pakaian yang butut atau tidak terhias aksesoris perhiasan. Tidak hanya cantik, mungkin juga disertai kepintaran dan berada dalam keluarga yang kaya. Sedangkan sebaliknya, ada mereka yang miskin, tidak cantik, atau tidak cerdas. Atau ada yang cantik, cerdas, tetapi miskin; dan kaya, bodoh, tetapi cantik.

Mallika seorang perempuan miskin bersahaja dan tidak menarik pernah bertanya kepada Sang Buddha, apa sebabnya ada wanita yang buruk rupa, miskin, tanpa wibawa dan pengaruh? Ada pula wanita yang buruk rupa, tetapi kaya raya, sangat berwibawa dan berpengaruh. Ada wanita yang cantik, tetapi miskin, tanpa wibawa dan pengaruh. Lainnya wanita yang cantik, sekaligus kaya, berwibawa dan berpengaruh.

Menurut Sang Buddha, perbuatan wanita dalam kehidupan di masa lalu itulah yang menentukan, misalnya cepat marah menghasilkan wajah yang buruk, dan sifatnya yang kikir mengakibatkan kemiskinan dalam kehidupan berikutnya. (Anguttara Nikaya IV, 20 :197)

Kecantikan merupakan pahala dari perbuatan baik dan kemurahan hati dalam kehidupan sebelumnya. “Wajah yang cantik, suara yang merdu, kegantengan, dan kebijaksanaan, kekuasaan, serta mempunyai banyak pengikut, semua ini dapat diperoleh sebagai pahala perbuatan baik.” (Nidhikhanda Sutta)

Bila Buddha mengingatkan bahwa kecantikan fisik itu hanyalah sebatas kulit, dan tidaklah perlu tergantung atau melekat kepadanya, maka filsuf Yunani Plato mengungkapkan bahwa kecantikan tidak pernah menempel pada sesuatu yang berdaging; karena itu sia-sialah semua upaya manusia untuk mempertahankan kecantikannya. Konsep kecantikan Platonik ini mengingatkan bahwa kecantikan adalah sesuatu yang tidak dapat dilihat bentuknya dari wajah, kaki, tangan, tubuh, dan dari segala sesuatu yang berdaging.

Kecantikan Dalam
Sesungguhnya mereka yang memang cantik tidak perlu khawatir terhadap aksesoris luar tubuhnya. Pakaian yang indah belum tentu bisa mengangkat rupa seseorang yang memang tidak cantik. Mengapa mesti menyembunyikan bentuk tubuh yang tidak indah di balik pakaian yang mewah. Cinderella, biarpun pakaiannya butut tetap saja tidak bisa menyembunyikan kecantikannya. Akhirnya diketahui dan dipersunting pangeran. Akan tetapi, orang cantik yang suka berteriak-teriak, memaki-maki, berperilaku buruk serta memiliki tiga racun mental yaitu keserakahan, kebencian, dan iri hati; maka ia sama sekali tidak cantik di dalamnya.

Kecantikan itu yang penting dari dalam. Tidak usah grogi ketika usia bertambah dan kulit wajah mulai berkerut. Kecantikan abadi itu muncul dari dalam diri, dari hati dan pikiran yang tenang. Bukankah usia tak dapat mencegah pudarnya kecantikan. Tetapi, apa yang dihimpun, dipupuk dalam rohani akan menambah kekuatan, kekayaan, dan bahkan juga bisa menambah kemudaan dan kecantikan. Kecantikan dalam ini (inner beauty), sebagaimana ungkap Plato, tidak pernah menempel pada sesuatu yang berdaging. Menurut Plato, kecantikan dalam itu tidak pernah datang dan tidak pernah pergi, tidak pernah berkembang dan tidak pernah layu, sesuatu yang dalam pandangan siapapun sama (tetap cantik), di manapun, sekarang dan sampai kapanpun.

Karena itu, bila kemudaan kulit telah memudar seiring dengan bertambahnya usia, mereka yang bijaksana tentu tidak harus cemas dan takut. Justru dengan menjadi tua dan rohani terisi, seseorang akan bertambah matang dan bijaksana.

Keriput yang muncul merupakan warna-warni pelangi hukum anicca yang tidak bisa dihindari. Keriput ibarat garis-garis senyuman (smile lines) yang merupakan cermin dari kematangan dan kebijaksanaan. Anggukan kepala, senyuman, dan tatapan matanya bagaikan sinar matahari yang mencerahkan dan menentramkan bagi anak cucu yang datang bersimpuh menanti belaiannya. Karena itu, mengapa harus takut menjadi tua?

Sang Buddha mengatakan bahwa kecantikan adalah hasil dari perbuatan baik dan kemurahan hati. Sejalan dengan itu, maka resep untuk menjadi cantik di bawah ini (dimuat dalam Kompas, 7 Mei 2000) kiranya sangat bermanfaat dan patut dilakukan.

“Untuk mendapatkan bibir yang menawan, ucapkanlah kata-kata kebaikan; untuk mendapatkan mata yang indah, carilah kebaikan pada diri setiap orang; untuk mendapatkan bentuk badan yang langsing, berbagilah makanan dengan mereka yang kelaparan. Untuk mendapatkan tubuh yang indah, berjalanlah dengan ilmu pengetahuan. Kecantikan perempuan tidak terletak pada pakaian yang dikenakan, bukan pada kehalusan wajah dan bentuk tubuhnya… tetapi pada matanya: cara ia memandang dunia, karena di matanyalah terletak gerbang menuju ke setiap hati manusia, di mana cinta (metta) dapat berkembang.”

[Penggubahan dari “Buddha Dharma dan Kecantikan”]